Kamis, 24 Juni 2010

mari berbagi ilmu

berhubung shinta anak jurusan pendidikan kimia, mari berbagi ilmu dibidang kimia. buat yg SMA-nya jurusan ipa pasti belajar kimia, masih inget ga sama materi sifat koligatif larutan ??

Sifat koligatif larutan adalah sifat larutan yang bergantung pada jumlah zat terlarut relatif terhadap larutan dan tidak bergantung pada jenis zat terlarut. Mesti diinget juga, jumlah partikel dalam larutan non elektrolit tidak sama dengan jumlah partikel dalam larutan elektrolit, walaupun konsentrasinya sama. Hal ini karena larutan eletrolit terurai menjadi ion-ionnya, sedangkan larutan non elektrolit tidak terurai menjadi ion-ionnya. Sehingga jumlah zat terlarut larutan elektrolit menjadi berkali lipat. Jadi sifat koligatif larutan dibedakan menjadi:
  1. Sifat koligatif larutan non elektrolit
  2. Sifat koligatif larutan elektrolit
Pada konsentrasi yang sama, sifat koligatif larutan elektrolit memiliki nilai yang lebih besar daripada sifat koligatif larutan non elektrolit. Banyaknya partikel zat terlarut hasil reaksi ionisasi larutan elektrolit dirumuskan dalam faktor Van't Hoff. Perhitungan sifat koligatif larutan elektrolit selalu dikalikan dengan faktor Van't Hoff :
i = 1 + (n-1)α
Menurut Roult :

P = Po . XB

keterangan:

P : tekanan uap larutan

Po : tekanan uap pelarut murni

XB : fraksi mol terlarut

Karena XA + XB = 1, maka persamaan di atas dapat diperluas menjadi :

P = Po (1 – XA)

P = Po – Po . XA

Po – P = Po . XA

Sehingga :

ΔP = Po . XA

keterangan:

ΔP : penurunan tekanan uap pelarut

Po : tekanan uap pelarut murni

XA : fraksi mol pelarut



Pada bagian ini akan dibahas lebih lanjut mengenai penurunan takanan uap larutan.


Apabila suatu zat cair (sebenarnya juga berlaku untuk zat padat) dimasukkan kedalam suatu ruangan tertutup maka zat itu akan menguap sampai ruangan itu jenuh. Pada keadaan jenuh itu proses penguapan terus berlangsung, tetapi pada saat yang bersamaan terjadi proses pengembunan dengan laju yang sama. Dengan kata lain, terdapat kesetimbangan dinamis antara zat cair dengan uap jenuhnya. Tekanan yang ditimbulkan oleh uap jenuh disebut tekanan uap jenuh. Pada umumnya literatur menggunakan istilah tekanan uap saja untuk menyatakan tekanan uap jenuh.

Besarnya tekanan uap bergantung pada jenis zat dan suhu. Zat yang memiliki gaya tarik-menarik antarpartikel relatif besar, berarti sukar menguap, mempunyai tekanan uap yang relatif kecil. Sebaliknya, zat yang memiliki gaya tarik-menarik antarpartikel lemah, berarti mudah menguap, mempunyai tekanan uap yang relatif besar (volatile). Tekanan uap suatu zat akan bertambah jika suhu dinaikkan, sebab kenaikan suhu menyebabkan energi kinetik molekul-molekul cairan bertambah besar, sehingga lebih banyak molekul yang dapat meninggalkan permukaan cairan memasuki fase gas akibatnya tekanan uap semakin besar.

Pada setiap suhu, zat cair selalu mempunyai tekanan tertentu. Tekanan ini adalah tekanan uapnya pada suhu tertentu. Penambah suatu zat terlarut yang tidak mudah menguap kedalam zat cair menyebabkan penurunan tekanan uapnya. Hal ini disebabkan karena zat terlarut itu mengurangi bagian atau fraksi dari pelarut, sehingga kecepatan penguapan berkurang. Jadi penurunan tekanan uap adalah penurunan tekanan uap jenuh dari pelarut murni ke tekanan uap jenuh larutannya.


Tekanan uap dapat diukur menggunakan manometer. Manometer adalah alat ukur tekanan dan manometer tertua adalah manometer kolom cairan. Alat ukur ini sangat sederhana, pengamatan dapat dilakukan langsung dan cukup teliti pada beberapa pengukuran. Manometer kolom cairan biasanya digunakan untuk pengukuran tekanan yang tidak terlalu tinggi (mendekati tekanan atmosfer). Versi maometer kolom cairan sederhana adalah bentuk pipa (gambar 1.) ang diisi cairan setengahnya(biasanya berisi minyak, air atau air raksa) dimana pengukuran dilakukan pada satu sisi pipa, sementara tekanan (yang mungkin terjadi karena atmosfer) diterapkan pada tabung yang lainnya. Perbedaan ketinggian cairan memperlihatkan tekanan yang diterapkan.

Gambar 1. Ilustrasi skema manometer kolom cairan

Prinsip kerja monometer adalah sebagai berikut :

  • gambar a, merupakan gambaran sederhana manometer tabung U yang diisi cairan setengahnya, dengan kedua ujung terbuka berisi cairan sama tinggi.
  • gambar b, bila tekanan positif diterapkan pada salah satu sisi kaki tabung, cairan ditekan kebawah pada kaki tabung tersebut dan naik pada sisi tabung yang lainnya. Perbedaan pada ketinggian "h" merupakan penjumlahan hasil pembacaan diatas dan dibawah angka nol yang menunjukkan adanya tekanan.
  • gambar c, bila keadaan vakum diterapkan pada sati sisi kaki tabung, cairan akan meningkat pada sisi tersebut dan cairan akan turun pada sisi lainnya. Perbedaan ketinggian "h" merupakan hasil penjumlahan pembacaan diatas dan dibawah nol yang menunjukkan jumlah tekanan vakum.
Selama proses pembelajaran, kalau disekolah, guru pasti ngasih konsep dari materi yang lagi diterangin. kalau belajar sendiri, kita pasti baca konsep dari materi yang kita baca. Nah, ternyata selama proses itu sangat memungkinkan sekali untuk terjadi miskonsepsi. Miskonsepsi itu adalah kesalahan-kesalahan dalam pemahaman konsep.

Setelah saya mengikuti mata kuliah KIMIA FISIKA 3, saya mendapatkan kesimpulan bahwa "ternyata bukan hanya siswa yang bisa mengalami miskonsepsi, tetapi mahasiswa juga masih banyak yang mengalami miskonsepsi". Disini saya mau share miskonsepsi yang mungkin dialami dalam memahami materi sifat koligatif larutan, lebih spesifiknya pada penurunan tekanan uap larutan.
  • Pada sifat koligati penurunan tekanan uap jenuh larutan, mengapa harus tekanan uap jenuh ? Bisa tidak kalau hanya tekanan uap saja ? Pada bagian ini terjadi misskonsepsi, bahwa pada sifat koligatif penurunan tekanan uap itu tidak harus pada saat uapnya sudah jenuh jadi cukup dengan penurunan tekanan uap. Sebagai contoh, air, telah diketahui bahwa air memiliki titik didih 100oC. Ketika mendidih, air akan mengalami perubahan fasa dari cair menjadi uapnya. Tekanan uap jenuh air pada suhu 100oC adalah sebesar 760 mmHg. Namun ketika proses pengukuran tekanan uap, angka yang ditunjukkan oleh alat ukur tidak langsung diam pada skala 760 mmHg, tetapi bergerak dari 0 sampai menunjukkan angka 760 mmHg dan pada akhirnya diam diangka tersebut. Angka konstan yang ditunjukkan oleh alat ukur tersebut adalah besarnya tekanan uap jenuh air pada suhu 100oC. Hal ini menunjukkan bahwa pada suhu 100oC air memiliki nilai tekanan uap yang bervariasi sampai pada akhirnya nilai tersebut spesifik pada keadaan jenuhnya. Hal ini juga berlaku untuk pengukuran tekanan uap jenuh air pada suhu berapapun. Sebab tekanan uap jenuh air spesifik pada suhu tertentu. Begitu juga pada larutan, tekanan uap jenuh suatu larutan spesifik pada suhu tertentu. Maka digunakan tekanan uap jenuh larutan karena memiliki nilai yang spesifik.
  • Pada saat kapan tekanan uap larutan dikatakan tekanan uap jenuh larutan ? Dalam menjawab pertanyaan ini terkadang muncul pernytaan, tekanan uap jenuh larutan diperoleh ketika semua pelarut sudah menguap dan sudah tidak ada lagi pelarut yang bisa menguap sehingga tekanan uap yang diperoleh merupakan tekanan uap jenuh larutan, pernyataan berikut tentu tidak tepat, hal ini menyebabkan misskonsepsi. Tekanan uap jenuh larutan diperoleh ketika tercapainya kesetimbangan antara fasa cair pelarut dan fasa uap pelarut. Artinya pada keadaan jenuh, proses penguapan tetap berlangsung tetapi pada saat yang bersamaan terjadi proses pengembunan (perubahan fasa dari gas menjadi cair) dengan laju yang sama, sehingga secara makroskopis sudah tidak terjadi perubahan.
  • Pada beberapa buku teks, terutama buku teks untuk siswa SMA, terdapat gambar atau ilustrasi yang menggambarkan tekanan uap dari suatu larutan itu lebih rendah daripada tekanan uap jenuh pelarut murni, sebagai contoh Gambar 2. Gambar di atas merupakan gambar yang kurang baik dalam menjelaskan atau mendeskripsikan tekanan uap larutan lebih rendah daripada tekanan uap pelarut murni. Untuk menggambarkan bahwa tekanan uap larutan lebih rendah daripada tekanan uap pelarut murni dilihat dari jumlah partikel yang ada difasa uapnya sebenarnya sudah benar, bahwa jumlah partikel pelarut difasa uap pada larutan lebih sedikit daripada jumlah partikel pelarut difasa uap pada pelarut murni. Namun letak kesalahan pada gambar di atas adalah gambar tersebut merupakan gambaran secara mikroskopis maka tidak mungkin di dalam wadah terlihat gambaran partikel-partikel pelarut dan zat terlarut, kemudian tanda panah yang terdapat digambar menggambarkan proses penguapan, tetapi ada yang kurang, seperti yang kita ketahui bahwa pada saat proses penguapan terjadi, terjadi proses pengembunan pada waktu yang sama sampai pada akhirnya laju proses penguapan dan pengembunan sama. Pada gambar di atas tidak digambarkan proses pengembunan, bisa dilihat dari gambar panahnya yang hanya ada gambar panah ke atas yang menggambarkan proses penguapan dan tidak ada gambar panah ke bawah yang menggambarkan proses pengembunan.
  • Pada penambahan zat terlarut ke dalam suatu pelarut akan menyebabkan penurunan tekanan uapnya. Namun pada hal ini harus zat terlarut yang tidak mudah menguap atau nonvolatile. Pada bagian ini seringkali terjadi misskonsepsi. Banyak anggapan bahwa zat terlarut yang dilarutkan ke dalam pelarut tidak harus nonvolatile tetapi bisa juga zat terlarut yang volatile. Pada penambahan zat terlarut yang volatile ke dalam pelarut tertentu, pada fasa uap akan terdapat zat terlarut dan pelarut, hal ini akan menyebabkan penurunan tekanan uap jenuhnya berbeda untuk zat terlarut volatile yang beda pada konsentrasi yang sama. Sedangkan pada penambahan zat terlarut yang nonvolatile ke dalam pelarut tertentu, penurunan tekanan uap jenuhnya akan sama untuk zat terlarut nonvolatile yang berbeda pada konsentrasi yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa pada penambahan zat terlarut yang volatile ke dalam suatu pelarut tertentu bukan merupakan sifat koligatif. Jadi zat terlarut yang ditambahakan ke dalam pelarut tertentu dalam penurunan tekanan uap jenuh larutan harus zat terlarut yang nonvolatile. Selain itu, besarnya penurunan tekanan uap akan bernilai sama ketika sejumlah zat terlarut nonvolatile yang berbeda dilarutkan ke dalam pelarut tertentu dengan jumlah tertentu pada konsentrasi zat terlarut yang sama. Apabila pelarut yang digunakan berbeda maka penurunan tekanan uapnya pun berbeda. Begitu juga dengan jumlah pelarutnya, apabila jumlah pelarut yang digunakan berbeda maka penurunan tekanan uapnya pun berbeda. Sebagai contoh, pada penambahan 1 molal gula kedalam 100 mL air, penurunan tekanan uapnya akan sama dengan penurunan tekanan uap 100 mL air yang telah dilarutkan sejumlah 1 molal urea ke dalamnya. Namun penambahan 1 molal gula kedalam 100 mL air, penurunan tekanan uapnya akan berbeda dengan penurunan tekanan uap ketika 1 molal urea dilarutkan ke dalam 100 mL pelarut etanol. Dan pada penambahan 1 molal gula ke dalam 100 mL air penurunan tekanan uapnya tidak sama dengan penurunan tekanan uap ketika 1 molal urea dilarutkan ke dalam 200 mL air.
Semoga tulisan saya ini dapat membantu yang merasa kesulitan atau mengalami miskonsepsi dalam memahami materi penurunan tekanan uap..

1 komentar: